FKP dengan tuan rumah The SMERU Research Institute dengan narasumber Hafiz Arfyanto (Peneliti SMERU), Veto Tyas Indrio (Peneliti SMERU), Titik Anas (Staf Khusus Bidang Perumusan Kebijakan Fiskal Sektoral, Kementerian Keuangan), dan Eddy Satriya (Deputi Bidang Usaha Mikro, Kementerian Koperasi dan UKM). Selasa, 26 Oktober 2021.

KEY POINTS:

  1. Pembatasan aktivitas masyarakat selama pandemi COVID-19 memicu kontraksi ekonomi dan pasar tenaga kerja di Indonesia. Lembaga Penelitian SMERU melakukan serangkaian studi untuk mengukur dampak pembatasan terhadap kondisi ekonomi dan ketenagakerjaan di tingkat provinsi di Indonesia. Ada beberapa temuan penting, antara lain bahwa meskipun Bali dan Yogyakarta terkena dampak terburuk, tidak ditemukan efek jangka panjang dari pandemi terhadap perekonomian. Selain itu, daerah yang mengalami penurunan mobilitas yang drastis cenderung mengalami peningkatan tingkat pengangguran, penurunan partisipasi angkatan kerja, dan penurunan jam kerja dan upah.
  2. Pandemi COVID-19 mempercepat adopsi teknologi digital, terutama oleh sektor usaha mikro dan kecil (UMK).  UMKM yang menggunakan internet selama pandemi memiliki kemungkinan bertahan sekitar 10,5%, dibandingkan dengan UMKM yang tidak menggunakan internet sama sekali dalam periode dua tahun. Pemerataan infrastruktur terkait internet sangat penting agar lebih banyak UMKM dapat mengakses internet dan menikmati manfaat dari ekonomi digital. Selain infrastruktur terkait internet, peningkatan keterampilan dan literasi digital juga penting.

 

SUMMARY

  1. Pembatasan aktivitas masyarakat selama pandemi COVID-19 memicu kontraksi ekonomi dan pasar tenaga kerja di Indonesia. Lembaga Penelitian SMERU melakukan serangkaian studi untuk mengukur dampak pembatasan terhadap kondisi ekonomi dan ketenagakerjaan di tingkat provinsi di Indonesia. 
  2. Bali dan Daerah Istimewa Yogyakarta adalah dua provinsi yang paling parah terkena dampaknya. Hafiz Aryanto (peneliti SMERU) menjelaskan bahwa meskipun Bali dan Yogyakarta terkena dampak terburuk, tidak ditemukan efek jangka panjang dari pandemi terhadap perekonomian. Ini menunjukkan pemulihan ekonomi di kedua provinsi berjalan sesuai rencana. Sementara itu, Papua dan Papua Barat adalah dua provinsi yang paling sedikit terkena dampak pembatasan sosial yang diberlakukan pemerintah.
  3. Transportasi, akomodasi dan restoran, serta jasa perusahaan adalah tiga sektor yang paling terpukul. Hal menjelaskan mengapa ekonomi Bali dan Yogyakarta terdampak paling parah. Kedua provinsi sangat bergantung pada sektor pariwisata. Gangguan pada sektor ini otomatis berdampak pada sektor akomodasi dan restoran, serta transportasi. Meskipun terkena dampak langsung dan paling parah, tidak ditemukan efek jangka panjangnya pada sektor transportasi, akomodasi dan restoran, serta jasa perusahaan. 
  4. Selain itu, rangkaian studi ini juga melihat adanya korelasi yang signifikan antara indikator penurunan mobilitas dengan ketenagakerjaan di tingkat kabupaten. Daerah yang mengalami penurunan mobilitas yang drastis cenderung mengalami peningkatan tingkat pengangguran, penurunan partisipasi angkatan kerja, dan penurunan jam kerja dan upah.
  5. Pemerintah perlu fokus pada upaya pemulihan untuk sektor-sektor yang paling terpukul oleh pembatasan aktivitas. Pembatasan aktivitas berbasis wilayah dapat diterapkan, dengan dukungan yang cukup kepada sektor-sektor yang terkena dampak untuk mengurangi dampak pembatasan terhadap kondisi ekonomi dan pekerjaan. Apalagi melihat tren penurunan kasus COVID-19 dan fakta bahwa tidak semua pekerja dapat bekerja dari rumah, pembatasan aktivitas sebaiknya tidak dilakukan terlalu sering. Untuk mendukung pertumbuhan ekonomi secara umum, pemerintah perlu fokus membantu sektor-sektor yang paling terpukul dalam upaya pemulihannya.
  6. Sementara itu, usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) telah berperan sebagai tulang punggung perekonomian Indonesia, menyerap banyak tenaga kerja. Meski demikian, selama masa pandemi, sektor tersebut juga terkena imbas dari kebijakan pembatasan yang dilakukan pemerintah. Para pemilik bisnis telah mencoba berbagai strategi untuk bertahan dalam kondisi ekonomi yang suram di masa pandemi. Pandemi COVID-19 mempercepat adopsi teknologi digital, terutama oleh sektor usaha mikro dan kecil (UMK). Selama pandemi, lebih banyak UMK yang mengadopsi teknologi berbasis internet. Namun, penggunaan internet belum terlalu membantu UMK mencapai hasil yang lebih baik, terutama karena permintaan juga menurun selama pandemi.
  7. Namun demikian, penggunaan internet meningkatkan kemungkinan UMKM untuk tetap bertahan selama pandemi COVID-19. Dari perkiraan SMERU, UMKM yang menggunakan internet selama pandemi memiliki kemungkinan bertahan sekitar 10,5%, dibandingkan dengan UMKM yang tidak menggunakan internet sama sekali dalam periode dua tahun. Ini mendukung temuan bahwa penggunaan internet telah membantu UMKM bertahan dari krisis ini. Dari berbagai platform internet yang diadopsi oleh UMK, media sosial dan email adalah platform dengan potensi terbesar yang memungkinkan UMK untuk menikmati manfaat dari apa yang ditawarkan digitalisasi. Salah satu media sosial yang paling banyak digunakan UMK adalah WhatsApp yang penggunaannya terus meningkat.
  8. Pemerataan infrastruktur terkait internet sangat penting agar lebih banyak UMKM dapat mengakses internet dan menikmati manfaat dari ekonomi digital. Selain infrastruktur terkait internet, peningkatan keterampilan dan literasi digital juga penting. Dengan peningkatan keterampilan dan literasi digital, para pelaku usaha dapat menggunakan internet sebagai salah satu alternatif untuk membantu mereka bertahan selama pandemi COVID-19. Dukungan dari pemerintah diperlukan untuk meningkatkan pemahaman para pelaku usaha tentang pentingnya internet dalam menjalankan usahanya. Dukungan tersebut dapat berupa pelatihan pembuatan katalog virtual dan penyelenggaraan pameran online.
Download slides (Veto Indrio)
Download slides (Titik Anas)
Download slides (Hafiz Arfyanto)