FKP dengan tuan rumah Badan Pusat Statistik (BPS) dengan Setia Pramana (BPS) dan Ema Tusianti (BPS). Kamis, 26 November 2020

KEY POINTS:

  1. COVID-19 sudah berlangsung di Indonesia selama 8 bulan dan berdampak besar terhadap kesehatan, ekonomi, dan sosial. Beberapa marketplace di Indonesia menunjukkan adanya peningkatan produk terjual yang signifikan mulai di bulan Agustus. Memasuki bulan Oktober mobilitas di tempat belanja sudah mulai kembali normal. Pariwisata terdampak cukup besar, di DKI Jakarta dan Bali tingkat penghunian masih rendah, namun di beberapa kota lain seperti Yogyakarta dan Bandung trennya sudah mulai naik.
  2. Pandemi COVID-19 juga disinyalir akan memperburuk kondisi ketidaksetaraan gender. persentase tenaga kerja perempuan di sektor jasa kesehatan dan sosial yang tinggi (67%) membuat perempuan berada dalam risiko tinggi secara kesehatan fisik dan mental. COVID-19 juga berpotensi meningkatkan kekerasan terhadap perempuan. COVID-19 mengakibatkan adanya hambatan bagi ibu hamil untuk melahirkan di fasilitas kesehatan, sehingga risiko kematian ibu melahirkan meningkat. perempuan banyak berada di sektor yang terdampak cukup berat oleh COVID-19.

SUMMARY

  1. COVID-19 sudah berlangsung di Indonesia selama 8 bulan dan berdampak besar terhadap kesehatan, ekonomi, dan sosial. Perilaku masyarakat berubah akibat adanya kebijakan pembatasan sosial, salah satunya penggunaan internet yang meningkat signifikan. Hasil web-scraping dari beberapa marketplace di Indonesia menunjukkan bahwa ada peningkatan produk terjual mulai di bulan Agustus, peningkatan signifikan terutama terjadi pada periode-periode diskon seperti di bulan Agustus dan Oktober. Penjualan produk rumah tangga serta perawatan dan kecantikan (termasuk masker dan alat kesehatan) paling banyak meningkat khususnya dalam tiga bulan terakhir.
  2. Dari sisi mobilitas, pada masa work from home (WFH) terlihat aktivitas masyarakat banyak berada di rumah. Di masa adaptasi new normal, aktivitas mulai meningkat, meskipun berbeda-beda tergantung kondisi daerah. Selain itu, di tempat belanja aktivitas masyarakat menurun di masa WFH, kecuali pada hari raya seperti Lebaran dan Idul Adha. Memasuki bulan Oktober aktivitas sudah mulai kembali normal, bahkan aktivitas tumbuh positif cukup tinggi di masa libur panjang di akhir Oktober. Data harian penerbangan dari 50 bandara tersibuk di Indonesia menunjukkan setelah bulan Juni penerbangan sudah mulai naik di beberapa bandara utama meskipun masih jauh dari masa normal. Sementara penerbangan internasional masih rendah, karena ada pembatasan dari wilayah tujuan. Pariwisata juga terdampak besar oleh COVID-19, terlihat dari turunnya tingkat penghunian kamar dari data harian situs pemasaran akomodasi. Hotel berbintang lebih terdampak dibandingkan hotel non-bintang. Di DKI Jakarta dan Bali tingkat penghunian masih rendah, namun di beberapa kota lain seperti Yogyakarta dan Bandung tren mulai naik.
  3. Selain dampak-dampak di atas, pandemi COVID-19 juga disinyalir akan memperburuk kondisi ketidaksetaraan gender. Hal ini dikarenakan adanya norma, budaya, dan perbedaan perilaku yang membedakan laki-laki dan perempuan terutama di masa krisis. Secara global, kondisi ketidaksetaraan gender diukur menggunakan gender development index yang ditentukan dari rasio indeks pembangunan manusia antara laki-laki dengan perempuan. Di ASEAN, indeks pembangunan gender di Indonesia termasuk dalam kategori menengah, setara dengan Laos. Vietnam dan Filipina lebih baik, di mana indeksnya sudah di angka satu atau setara.
  4. Risiko tertinggi perempuan di masa pandemi adalah tingkat kematian akibat penyakit komorbid. Risiko keterpaparan COVID-19 sama antara laki-laki dan perempuan, namun angka kematian lebih banyak pada laki-laki. Gaya hidup perempuan lebih patuh dalam penerapan protokol kesehatan. Meskipun kasus kematian lebih banyak pada laki-laki, persentase tenaga kerja perempuan di sektor jasa kesehatan dan sosial yang tinggi (67%) membuat perempuan berada dalam risiko tinggi secara kesehatan fisik dan mental. Selain itu, perempuan yang berperan ganda juga berisiko, terlebih di masa sekolah dan bekerja dari rumah. Dari data Susenas Maret 2020, 2 dari 5 perempuan bekerja dan mengurus rumah tangga juga memiliki anak SD yang sedang sekolah.
  5. COVID-19 juga berpotensi meningkatkan kekerasan terhadap perempuan. Data berita di media massa menunjukkan berita kekerasan dalam rumah tangga intensitasnya meningkat, mengindikasikan bahwa selama masa COVID-19 dan pembatasan sosial kekerasan dalam rumah tangga meningkat, ini belum termasuk kekerasan non-fisik yang juga mungkin terjadi.
  6. Tantangan lain adalah kematian ibu. COVID-19 mengakibatkan adanya hambatan bagi ibu hamil untuk melahirkan di fasilitas kesehatan. Sebelum pandemi, kelahiran di luar fasilitas kesehatan masih cukup tinggi di angka 12%, dengan kondisi seperti sekarang angkanya bisa lebih buruk. Meskipun demikian, angka kelahiran mungkin dapat meningkat. Dari data Susenas Maret 2020 terdapat 20 provinsi yang mengalami penurunan persentase penggunaan alat kontrasepsi modern.
  7. Dari sisi ekonomi, perempuan banyak berada di sektor yang terdampak cukup berat oleh COVID-19seperti makanan dan minuman, akomodasi, dan pendidikan. Jam kerja perempuan lebih sedikit, pekerja paruh waktu perempuan juga semakin banyak, sedangkan kepemilikan jaminan sosial pada perempuan rendah karena sektor kerjanya yang informal. Kepala rumah tangga perempuan yang meningkat di tahun 2020 menambah besar dampak pandemi terhadap ketidaksetaraan gender. Dalam kondisi ini, masyarakat diharap dapat beradaptasi dengan menggunakan teknologi digital dalam kegiatan ekonomi. Namun tingkat perempuan yang menggunakan teknologi informasi dan komunikasi dalam pekerjaan masih rendah dibandingkan dengan laki-laki, terutama di Indonesia bagian timur.
Download slides (Ema Tusianti)
Download slides (Setia Pramana)