FKP dengan tuan rumah Center for Economics and Development Studies (CEDS) Universitas Padjajaran dengan Adiatma Siregar (CEDS). Senin, 30 November 2020

KEY POINTS:

  1. Sekitar setengah dari anak-anak di Indonesia yang berusaha di bawah 6 bulan tidak mendapatkan air susu ibu (ASI) eksklusif. Penelitian menunjukkan bahwa biaya ekonomi yang timbul akibat ibu tidak menyusui dapat mencapai 9,35 miliar dolar AS, angka ini tertinggi di Asia Tenggara. Biaya tersebut bersumber dari diare, pneumonia atau penyakit pernapasan, pengobatan diabetes, dan kerugian kognitif.
  2. Untuk mendorong pemberian ASI eksklusif, pemerintah perlu mendanai cuti menyusui berbayar. Setelah menyamakan metode perhitungan untuk sektor formal dan informal dalam 100% cakupan selama 3 bulan, estimasi total biayanya adalah sebesar 14.1 triliun per tahun. Meskipun pengeluaran tersebut akan meningkatkan anggaran kesehatan secara signifikan namun hal perlu dianggap sebagai investasi sumberdaya manusia danpenghematan biaya kesehatan masyarakat, mengingat tingginya biaya ekonomi yang ditimbulkan oleh tidak menyusui.

SUMMARY

  1. Meskipun ASI telah lama dikenal manfaatnya, namun tingkat pemberian ASI eksklusif  di Indonesia masih jauh dari optimal. Sekitar setengah dari anak-anak di Indonesia yang berusaha di bawah 6 bulan tidak mendapatkan ASI eksklusif. Penelitian menunjukkan bahwa biaya ekonomi yang timbul akibat ibu tidak menyusui dapat mencapai 9,35 miliar dolar AS, angka ini tertinggi di Asia Tenggara. Biaya tersebut bersumber dari diare, pneumonia atau penyakit pernapasan, pengobatan diabetes, dan kerugian kognitif.
  2. Kasus rawat diare dan penyakit pernapasan akibat tidak menyusui berjumlah 7.792.853 dan biaya rata-rata per kasus diestimasi sebesar Rp200 ribu. Dengan demikian total biaya diperkirakan mencapai Rp1,6 triliun. Biaya ini turut memperhitungkan biaya tidak langsung seperti biaya transportasi dan waktu kerja yang hilang untuk merawat anak. Biaya tidak langsung menyumbang 25% dari total biaya yang diperkirakan. Namun biaya ini belum memasukkan biaya akibat kematian (nilai hidup) dari penyakit tersebut. Dengan menyusui lebih sering dan dengan durasi yang lebih panjang, sistem kesehatan dan sosial di Indonesia dapat menghindari biaya tersebut.
  3. Selain faktor kesehatan, pemberian ASI juga dapat menghindarkan hilangnya kemampuan kognitif pada anak dengan perkiraan biaya Rp18 triliun per tahun. Apabila dijumlahkan dengan diare dan penyakit pernapasan biayanya menjadi Rp19 triliun. Lebih lanjut lagi bila dihitung juga dampak pada diabetes dan penyakit lain, biayanya bisa mencapai Rp123 triliun. Estimasi terakhir menunjukkan ada potensi lebih dari 5,000 kematian bayi, 2000 kematian ibu, dan sekitar 15 juta kasus diare dan pernapasan yang dapat dihindari dengan ASI.
  4. Secara umum ada empat tantangan besar dalam pemberian ASI. Pertama adalah pasar susu formula yang kuat,yang dipasarkan secara masif bahkan sampai dalam sistem kesehatan meskipun sebenarnya sudah dilarang dalam undang-undang. Berikutnya adalah kurang tersedianya ruang laktasi di berbagai jenis ruang publik atau perkantoran. Beberapa aspek sosial dan kebiasaan setempat terkait proses menyusui yang tidak berdasarkan ilmu kesehatan juga berpotensi menghalangi keberhasilan pemberian ASI. Terakhir adalah pertimbangan pendapatan yang akan berkurang apabila ibu memberikan ASI eksklusif.
  5. Untuk mendorong pemberian ASI eksklusif, pemerintah perlu mendanai cuti menyusui. Total dana yang diperlukan untuk tahun 2020-2030 apabila pemerintah mendanai ⅔ dari total dana yang diperlukan (dengan cakupan 21% dari jumlah ibu melahirkan, sesuai kondisi saat ini) untuk cuti 3 bulan adalah Rp2,9 triliun per tahun. Untuk cakupan 100%, biaya yang dibutuhkan Rp12,9 triliun per tahun. Untuk sektor informal, biaya yang diperlukan untuk optimasi cuti melahirkan berbayar untuk 100% cakupan selama 13 minggu (3 bulan) dapat mencapai Rp9 triliun per tahun.
  6. Setelah menyamakan metode perhitungan untuk sektor formal dan informal dalam 100% cakupan selama 3 bulan, estimasi total biayanya adalah sebesar Rp14.1 triliun per tahun untuk mendanai cuti ibu selama 3 bulan. Meskipun pendanaan tersebut akan dianggap sebagai peningkatan yang signifikan dalam pengeluaran kesehatan, pengeluaran ini perlu dianggap sebagai investasi pada sumberdaya manusia yang dapat secara substansial berkontribusi pada penghematan kesehatan masyarakat yang sesuai mengingat tingginya biaya tidak menyusui. Ini belum memperhitungkan beban biaya yang mungkin timbul pada keadaan kronis lainnya seperti stunting, penyakit jantung, dan kesehatan jiwa yang mempunyai biaya ekonomi yang tinggi. Meningkatnya pemberian ASI dapat menjadi faktor yang menurunkan konsumsi susu formula dan jumlah kelahiran yang pada gilirannya dapat menurunkan juga emisi karbon manusia. Kebijakan pemberian ASI eksklusif membutuhkan dukungan dari pemerintah, masyarakat, dan para pemangku kepentingan.

Unduh paper yang baru terbit dari Adiatma Siregar pada tautan berikut: The yearly financing need of providing paid maternity leave in the informal sector in Indonesia

 

Download slides (Adiatma Siregar)
Paper – The cost of not breastfeeding (Adiatma Siregar)
Paper – The cost of not breastfeeding in Southeast Asia
Paper – The financing need for expanded maternity protection in Indonesia