FKP dengan tuan rumah Lembaga Demografi FEB UI dengan narasumber Diahhadi Setyonaluri (Ketua Program Studi Magister Ekonomi Kependudukan dan Ketenagakerjaan FEB UI). Jumat, 11 Agustus 2023.

KEY POINTS:

  1. Norma-norma gender yang mengakar telah menghambat peluang, pilihan, dan pencapaian perempuan secara global. Norma-norma ini menekankan peran perempuan sebagai istri dan pengasuh anak, sehingga menghambat partisipasi mereka dalam dunia kerja. Di Indonesia, norma-norma sosial yang konservatif masih bertahan, menimbulkan hambatan terhadap partisipasi perempuan dalam angkatan kerja, dengan tren yang menunjukkan peningkatan.
  2. Penelitian ini menunjukkan bahwa memberikan informasi tentang tingkat dukungan masyarakat terhadap perempuan yang bekerja dapat meningkatkan dukungan terhadap partisipasi angkatan kerja perempuan. Temuan ini menunjukkan peran dukungan masyarakat dalam mempengaruhi dan mengubah norma-norma sosial. Studi ini menggarisbawahi pentingnya penargetan tidak hanya terhadap persepsi perempuan namun juga sikap laki-laki.

SUMMARY

  1. Norma gender Norma gender yang menekankan peran perempuan menikah sebagai pengasuh anak dan menjaga orangtua telah menghambat kesempatan, pilihan, dan pencapaian perempuan untuk berpartisipasi di pasar tenaga kerja. Di Indonesia, norma sosial masih konservatif, terlihat dari besarnya proporsi laki-laki (43 persen) yang menyatakan bahwa mereka lebih menyukai perempuan untuk tinggal di rumah. Angka tersebut sama konservatifnya dengan Arab Saudi dan bahkan lebih konservatif dibandingkan India.
  2. Tren norma terkait perempuan bekerja di Indonesia terlihat semakin konservatif. Menurut World Values Survey tahun 2018, 76 persen laki-laki dan 74 persen perempuan di Indonesia setuju dengan pernyataan bahwa “Laki-laki lebih berhak untuk bekerja daripada perempuan”. Angka tersebut lebih tinggi dibandingkan tahun 2006 dimana 65 persen laki-laki dan 42 persen perempuan setuju dengan pernyataan yang sama. Tren ke arah konservatisme di Indonesia tersebut bertolak belakang dengan penurunan konservatisme di negara lain.
  3. Studi ini menguji intervensi dalam bentuk informasi mengenai tingkat dukungan terhadap perempuan bekerja dalam dua tahapan survei. Survei pertama dilakukan untuk mengukur seberapa besar dukungan terhadap perempuan yang memiliki anak untuk bekerja mendapatkan penghasilan di luar rumah. Hasil dari survei tersebut digunakan untuk desain survei kedua yang menyelidiki apakah pemberian informasi tentang tingkat dukungan masyarakat terhadap perempuan bekerja dapat meningkatkan dukungan terhadap perempuan untuk berpartisipasi di angkatan kerja. Kriteria sampel dalam survei ini adalah mereka yang tinggal di wilayah metropolitan, sudah menikah, berusia 18-40 tahun, tinggal bersama pasangan, memiliki anak tanggungan, dan mengenyam pendidikan minimal SMP.
  4. Hasil survei pertama menunjukkan dukungan terhadap istri untuk bekerja di luar rumah lebih besar dibandingkan apa yang dipercayai oleh laki-laki dan perempuan. Dukungan bagi perempuan menikah dan memiliki anak di bawah usia 12 tahun untuk bekerja di luar rumah relatif tinggi di Indonesia, dimana 76% perempuan mendukung ide tersebut. Namun, perempuan dan laki-laki memiliki perkiraan tingkat dukungan orang lain yang lebih rendah daripada dukungan yang dilaporkan dalam survei. Perempuan melaporkan bahwa hanya 67% perempuan mendukung perempuan bekerja di luar rumah, sementara laki-laki memiliki perkiraan 17% lebih rendah, yaitu hanya 59% laki-laki diperkirakan mendukung ide tersebut. Hal ini menunjukkan adanya perbedaan antara opini personal responden dengan persentase dukungan masyarakat (injunctive norms). Hal ini menunjukkan adanya mispersepsi individu.
  5. Studi ini kemudian melakukan intervensi dalam survei daring kedua. Responden laki-laki dan perempuan dikelompokkan secara acak ke dalam empat kelompok, dimana tiga kelompok perlakuan (treatment) menerima kombinasi informasi terkait level dukungan masyarakat bagi perempuan bekerja, pembagian perawatan anak, dukungan dari ibu dan ibu mertua, dan satu kelompok pembanding (control) tidak mendapatkan informasi tersebut. Pada akhir survei dan setelah informasi disampaikan kepada kelompok perlakuan, peserta diberikan pertanyaan apakah mereka mau menerima program mentoring karir oleh profesional secara daring yang memberikan responden perempuan (atau istri dari responden laki-laki) saran praktis terkait karir, atau voucher belanja dengan nilai yang sama. 
  6. Hasilnya, laki-laki dan perempuan dalam kelompok treatment memiliki 25% kecenderungan untuk memilih voucher mentoring karir. Temuan ini merupakan bukti bahwa informasi tentang tingkat dukungan masyarakat dapat menghasilkan dukungan yang lebih besar bagi perempuan bekerja. Hasil ini menunjukkan pentingnya dukungan masyarakat untuk suatu perilaku dapat mengubah norma sosial. Memberikan informasi tentang tingkat dukungan masyarakat terhadap sebuah perilaku dapat menggoyahkan norma sosial yang mendukung perilaku tersebut. Studi ini mengestimasi bahwa Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) perempuan dapat meningkat sebanyak 6 poin persentase (lebih dari 10%) melalui intervensi seperti yang studi tersebut lakukan.
  7. Temuan dalam studi ini menunjukkan bahwa efek intervensi yang besar ditemukan pada laki-laki, yang mengindikasikan bahwa dukungan luas bagi perempuan bekerja dapat menghilangkan kekhawatiran suami. Menyoroti tingkat dukungan masyarakat terhadap sebuah perilaku dapat mengubah norma sosial. Mengubah sikap laki-laki tersebut penting dilakukan karena mereka masih menjadi pengambil keputusan terkait perempuan bekerja dan pembagian tugas pengasuhan. Sekitar 20% perempuan melaporkan bahwa mereka tidak bekerja karena suaminya tidak menginginkannya, dan alasan utama dari laki-laki tidak mendukung perempuan bekerja adalah karena perempuan dianggap memiliki peran mengasuh anak.
Download slides (Dyahhadi Setyonaluri)