FKP dengan tuan rumah Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK) dengan Fajri Nursyamsi (PSHK). Rabu, 23 Desember 2020.

 

KEY POINTS:

  1. Catatan akhir tahun PSHK mengangkat beberapa topik utama terkait hukum dan hak asasi manusia (HAM) di Indonesia antara lain proses legislasi, penegakan hukum, pemberantasan korupsi, HAM dan demokrasi, dan tata kelola pemerintahan sepanjang tahun 2020. Proses legislasi UU Cipta  Kerja merupakan topik yang menonjol terutama lemahnya partisipasi masyarakat di dalamnya. Hal ini menggaris-bawahi permasalahan bahwa penggunaan metode omnibus dalam penyusunan undang-udang belum tercantum dalam peraturan perundang-undangan. 
  2. Selain itu, hal lain yang menonjol adalah pendekatan politik dan keamanan dalam menghadapi pihak yang tidak setuju dan kritis terhadap kebijakan pemerintah. Upaya kriminalisasi dan serangan digital terhadap pihak yang mengkritisi kebijakan pemerintah merupakan kemunduran dalam demokrasi di Indonesia. Sementara tata kelola pemerintahan yang birokratis menghalangi efektivitas pengendalian pandemi COVID-19.

 

SUMMARY

Catatan akhir tahun PSHK membahas isu-isu hukum dan HAM di Indonesia sepanjang tahun 2020 antara lain legislasi, penegakan hukum, anti korupsi, HAM dan demokrasi, tata kelola pemerintahan (khususnya terkait penanganan COVID-19), dan peradilan. 

  1. Dari proses legislasi, ada beberapa hal yang menjadi catatan. Pertama, akses terhadap dokumen pembahasan undang-undang masih sulit. Kanal resmi penyebarluasan dokumen tidak jelas dan tidak aksesibel untuk penyandang disabilitas. Kedua, kesempatan bagi masyarakat untuk berpartisipasi dalam proses legislasi minim, dan waktu pembahasan cenderung singkat dan terburu-buru, sehingga sistem partisipasi publik (terutama di masa pandemi) tidak terbangun. Ketiga, capaian program legislasi nasional (Prolegnas) 2020 juga rendah. Dari hanya tiga undang-undang yang disahkan, dua di antaranya dianggap bermasalah dan sedang diuji ke Mahkamah Konstitusi (MK). 

Proses legislasi Undang-undang Nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja merupakan contoh dari lemahnya proses legislasi. Penggunaan metode omnibus dalam penyusunan UU Cipta Kerja belum tercantum dalam UU 12 tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Akibatnya banyak langkah yang dilewati, termasuk partisipasi publik. Permasalahan dimulai dengan adanya draf yang berbeda-beda, dengan perubahan, penghapusan, dan pengaturan baru atas ketentuan dari 10 undang-undang setelah rapat paripurna. Selain itu, draf yang ada dipandang sulit dipahami dan harmonisasi dan sinkronisasi tidak berjalan dengan baik. Oleh karena itu ke depan proses legislasi harus lebih transparan dan partisipatif, dengan perencanaan legislasi yang realistis dan menjawab kebutuhan di masa pandemi. Reformasi regulasi UU 12 tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan juga perlu segera dilaksanakan.

  1. Dari segi penegakan hukum, perhatian khusus diberikan kepada kebebasan berpendapat di mana hukum dipandang telah digunakan untuk melanggengkan implementasi kebijakan dan merepresi mereka yang kritis. Independensi penegak hukum juga dipertanyakan. Sebagai contoh, independensi kelembagaan Mahkamah Konstitusi (MK), terutama terkait revisi masa jabatan dan pemberian penghargaan kepada Hakim MK oleh pemerintah ketika ada UU yang sedang diuji, sementera UU tersebut mendapat banyak tantangan dari masyarakat. Hal ini membuat kepercayaan publik menurun. Ke depan, reformasi kelembagaan aparat penegak hukum merupakan aspek yang penting untuk dijalankan.
  2. Dalam upaya pemberantasan korupsi, isu yang menonjol di tahun 2020 adalah pengunduran diri sejumlah pegawai KPK dan adanya pelanggaran etik yang dilakukan oleh pimpinan KPK. Sementara itu, operasi tangkap tangan (OTT) di akhir tahun 2020 memang memberikan harapan, namun secara sistem atau kelembagaan KPK masih harus diperkuat untuk mengembalikan kepercayaan publik. MK perlu mengembalikan independensi KPK yang merupakan bagian vital dalam pemberantasan korupsi.
  3. Dalam aspek HAM dan demokrasi, hal penting yang menjadi catatan adalah Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) pengunduran waktu Pilkada berhasil lolos sampai menjadi UU walaupun ada penolakan dari Dewan Perwakilan Daerah (DPD) dan berbagai organisasi masyarakat besar seperti NU dan Muhammadiyah. Dengan demikian, Pilkada tetap dilaksanakan di tengah pandemi. Akibatnya, cukup banyak penyelenggara dan calon kepala daerah tertular COVID-19 dan 19 orang di antaranya meninggal dunia. Hal lain yang menonjol adalah bahwa kebebasan berekspresi dan berpendapat dihadapi dengan pendekatan politik dan keamanan, disertai dengan upaya kriminalisasi dan serangan digital terhadap pihak yang mengkritisi kebijakan pemerintah.
  4. Dari segi tata kelola pemerintahan terkait COVID-19, isu utama yang mendapat catatan adalah penetapan PSBB yang terlalu birokratis. Penetapan PSBB harus melalui permohonan pemerintah daerah kepada pemerintah pusat, padahal seharusnya pemerintah pusat yang menentukan dan membantu pemerintah daerah dalam pelaksanaanya. Sehingga yang terjadi adalah tanggung jawab yang dilimpahkan ke pemerintah daerah tidak disertai dengan data yang memadai dan anggaran yang cukup. Pemerintah daerah kesulitan melaksanakan pembatasan untuk mengendalikan penyebaran COVID-19.
Download slides (Fajri Nursyamsi)