FKP dengan tuan rumah J-PAL Southeast Asia dengan narasumber Leny Rosalin (Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak), dan Seema Jayachandran (Abdul Latif Jameel Poverty Action Lab/J-PAL dan Northwestern University). Jumat, 19 November 2021.

KEY POINTS:

  1. Masalah kesetaraan gender adalah masalah kompleks, sehingga pemerintah dan masyarakat luas memiliki peran besar dalam mengubah norma yang merugikan perempuan dan mencoba membangun norma baru yang menjunjung kesetaraan. Di India, amandemen konstitusi di tahun 1993 menyatakan bahwa sebagian jabatan pemerintahan lokal wajib diberikan kepada perempuan. Peran perempuan sebagai pemimpin memiliki dampak yang luas dan transformatif, etika perempuan menjadi pemimpin lokal mereka mendukung kebijakan yang membantu kepentingan perempuan. 
  2. Lalu bagaimana kesadaran dan norma akan kesetaraan gender dapat didorong dalam masyarakat? Studi di Haryana, India, melihat tentang bagaimana norma gender dapat diubah melalui diskusi. Program terobosan dilakukan selama 2,5 yang menyasar siswa usia remaja di kelas 7 sampai 10 tahun dengan memberikan diskusi kelas interaktif yang bertujuan mengubah sikap terhadap gender, perubahan perilaku, dan aspirasi perempuan. Studi ini menemukan bahwa penting untuk melibatkan laki-laki untuk mengubah perilaku dan norma gender karena laki-laki memiliki keleluasaan lebih untuk melakukan perubahan dibandingkan perempuan yang memiliki banyak keterbatasan untuk melakukan perubahan.

 

SUMMARY

  1. Masalah kesetaraan gender adalah masalah kompleks yang sebagian merupakan norma informal (peran dan persepsi masyarakat terhadap perempuan) dan sebagian adalah norma formal (institusi formal, peraturan, dan kebijakan terkait perempuan). Akibatnya, pemerintah dan masyarakat luas memiliki peran besar dalam mengubah norma yang merugikan perempuan dan mencoba membangun norma baru yang menjunjung kesetaraan. Menurut Seema Jayachandran (J-PAL dan Northwestern University) peran perempuan sebagai pemimpin (dalam pemerintahan) memiliki dampak yang luas dan transformatif dalam mendorong kesetaraan gender. Ketika perempuan menjadi pemimpin lokal, pertama mereka mendukung kebijakan yang membantu kepentingan perempuan, dan kedua stereotip dan miskonsepsi tentang perempuan sebagai pemimpin kian berkurang. Di India, akibat adanya amandemen yang mewajibkan adanya perempuan dalam pemerintahan masyarakat melihat sendiri kapabilitas pemimpin perempuan dan akibatnya stereotip memudar. Secara tidak langsung perubahan tersebut juga membuat perempuan mulai memiliki aspirasi yang lebih tinggi terhadap pendidikan dan masa depan serta aspek-aspek lain dalam kehidupannya.
  2. Bagaimana kesadaran dan norma akan kesetaraan gender dapat didorong dalam masyarakat? Seema Jayachandran menjelaskan studi terbarunya di Haryana, India, tentang bagaimana norma gender dapat diubah melalui diskusi. Haryana memiliki rasio jenis kelamin paling timpang dari semua negara bagian India pada tahun 2011, dengan hanya 86 anak perempuan untuk setiap 100 anak laki-laki. Program terobosan dilakukan selama 2,5 tahun yang menyasar siswa usia remaja di kelas 7 sampai 10 dengan memberikan diskusi kelas interaktif, tugas pekerjaan rumah dan kegiatan yang bertujuan mengubah sikap terhadap gender, perubahan  perilaku, dan aspirasi perempuan. Setelah 2,5 tahun, pelajar menunjukkan perubahan perilaku terkait kesetaraan gender dan sikap gender yang lebih progresif. Studi ini menemukan bahwa penting untuk melibatkan laki-laki  dalam upaya merubah perilaku dan norma gender, karena laki-laki memiliki keleluasaan lebih untuk melakukan perubahan dibandingkan perempuan yang memiliki banyak keterbatasan untuk melakukan perubahan. Dampak positif program ini disambut baik dan direplikasi pada skala yang lebih besar di India. Ke depannya, perlu diteliti apakah dampak ini bertahan dalam jangka panjang. 
  3. Leny Rosalin (Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak) membahas tentang pencapaian dan tantangan dalam pengarusutamaan gender di indonesia. Diskriminasi gender dalam bentuk stereotip, marjinalisasi, subordinasi, beban ganda, dan kekerasan masih dialami perempuan baik di rumah, ruang publik, maupun tempat kerja. Indeks pembangunan Manusia Indonesia selama 11 tahun terakhir menunjukkan peningkatan, namun kesenjangan gender masih mengalami stagnasi, dengan IPM perempuan berstatus sedang dengan gap antara IPM perempuan dan laki-laki yang cenderung sama. Hanya 11 provinsi yang memiliki IPM perempuan di atas rata-rata nasional. Rasio IPM laki-laki dan perempuan yang dihitung dalam Indeks Pembangunan Gender (IPG) hanya naik 0.6 poin dalam 11 tahun. Partisipasi perempuan dalam angkatan kerja jauh tertinggal dari laki-laki. Perempuan banyak bekerja tidak berbayar, juga dominan di sektor informal. Pengangguran terbuka juga didominasi perempuan. Keterwakilan perempuan di parlemen dan pemerintahan juga sangat terbatas. Sementara Survei Pengalaman Hidup Perempuan Nasional tahun 2016 menunjukkan 1 dari 3 perempuan usia 15-44 tahun pernah mengalami kekerasan fisik dan/atau seksual selama hidupnya, sedangkan 2 dari 3 anak pernah mengalami kekerasan. Satu dari 9 perempuan berusia 20-24 tahun menikah sebelum usia 18 tahun. Perkawinan anak memiliki dampak yang luas antara lain risiko kematian ibu maupun anak, gizi anak, putus sekolah, upah rendah, kemiskinan, KDRT, dst. 
  4. Presiden memberikan arahan khusus dalam periode 2020-2024 untuk mengatasi masalah tersebut melalui 1) peningkatan pemberdayaan perempuan dalam kewirausahaan yang berperspektif gender; 2) peningkatan peran ibu dan keluarga dalam pendidikan/pengasuhan anak; 3) penurunan kekerasan terhadap perempuan dan anak; 4) penurunan pekerja anak; dan 5) pencegahan perkawinan anak. Pada bulan Desa Ramah Perempuan dan Peduli Anak sebagai tindak lanjut lima arahan Presiden terkait perempuan dan anak tersebut.
Download slides