FKP dengan tuan rumah Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) dengan narasumber Aditya Alta (Center for Indonesian Policy Studies/CIPS), Sara Qanti (Centre for Global Food and Resources, The University of Adelaide), dan Adang Agustian (Badan Riset dan Inovasi Nasional/BRIN). Kamis, 14 April 2022.

KEY POINTS:

  1. Dari tahun ke tahun, pertumbuhan subsidi pupuk hampir tidak memberikan dampak apapun terhadap pertumbuhan output produksi pertanian. Sementara itu, kurangnya jumlah pupuk bersubsidi menyebabkan petani memilih untuk membeli pupuk non-subsidi dengan harga lebih tinggi atau mengurangi penggunaan pupuk. Subsidi juga dikhawatirkan justru mengakibatkan penggunaan input pertanian menjadi tidak optimal akibat pemilihan jenis pupuk oleh petani yang dipengaruhi oleh jumlah subsidi pada jenis pupuk tertentu yang harganya paling murah. 
  2. Studi tersebut menemukan terjadinya overuse pupuk di atas standar yang direkomendasikan. Khusus untuk petani yang menggunakan pupuk, terjadi overuse pupuk di tingkat petani sebesar 1.5 hingga 3 kali lipat dari yang direkomendasikan. Selain itu, overuse pupuk urea paling banyak dilakukan oleh petani yang memiliki lahan sempit. Penggunaan pupuk berlebih ini kemungkinan dikarenakan perilaku menghindari risiko gagal di lahan sempit, selain juga akibat adanya keterbatasan pengetahuan tentang pupuk berimbang.

 

SUMMARY

  1. Aditya Alta menjelaskan tentang kajian CIPS tentang kebijakan input subsidi pupuk dan bantuan benih dimana data menunjukkan tidak adanya korelasi linear antara subsidi pupuk dengan kenaikan produktivitas petani, sedangkan nilai subsidi pupuk yang digelontorkan pemerintah cukup besar. Dari tahun ke tahun, subsidi pupuk yang meningkat hampir tidak memberikan dampak apapun terhadap pertumbuhan output produksi pertanian. Sementara itu, ketika terjadi kekurangan dalam ketersediaan pupuk bersubsidi, petani harus memilih antara membeli pupuk non-subsidi dengan harga lebih tinggi atau mengurangi penggunaan pupuk. Subsidi juga dikhawatirkan justru mengakibatkan penggunaan input pertanian menjadi tidak optimal akibat pemilihan jenis pupuk oleh petani yang dipengaruhi oleh jumlah subsidi pada jenis pupuk tertentu yang harganya paling murah. 
  2. Beberapa rekomendasi kebijakan untuk mengatasi masalah tidak efektifnya subsidi pupuk dalam jangka pendek antara lain adalah subsidi input perlu diganti dengan subsidi berupa uang tunai yang langsung diberikan kepada petani lewat kartu petani. Selain itu, program bantuan benih perlu dihentikan dan dialihkan menjadi program pengembangan pasokan benih. Pengelolaan infrastruktur pedesaan dan sumber daya bersama dan kemampuan kewirausahaan petani perlu ditingkatkan. Sementara dalam jangka panjang, diperlukan suatu sistem evaluasi program dengan target dan indikator yang jelas, misalnya indikator berupa jumlah petani yang menggunakan pupuk, tingkat adopsi varietas baru dan unggul, keterjangkauan harga input, dan peningkatan kesuburan tanah.
  3. Sara Qanti dari University of Adelaide membahas secara lebih detail tentang penggunaan pupuk, konservasi tanah dan air, dan pelibatan perempuan dalam pertanian. Ia memaparkan temuan empiris perilaku petani dalam penggunaan pupuk bersubsidi dan alternatif solusinya berdasarkan survey yang dilakukan tahun 2019 di daerah aliran sungai (DAS) Citarum Jawa Barat, dan melibatkan 438 keluarga tani (1608 persil). Salah satu temuan dari survey tersebut bahwa di kalangan petani yang menggunakan pupuk, pupuk digunakan secara berlebihan – hingga 1.5 hingga 3 kali lipat dari yang direkomendasikan terutama pada pupuk urea dan pupuk NPK, terlebih di kalangan petani yang memiliki lahan sempit. Penggunaan pupuk berlebih ini kemungkinan dikarenakan perilaku menghindari risiko gagal, apalagi di kalangan petani dengan lahan sempit. Selain itu, hal ini mungkin akibat adanya keterbatasan pengetahuan tentang pupuk berimbang.
  4. Keterlibatan perempuan dalam pertanian juga masih terbatas. Keterlibatan perempuan dalam pengambilan keputusan di rumah tangga relatif rendah di domain produksi, dan paling rendah pada keterlibatan pelatihan dan keputusan mengenai kredit tanpa agunan. Namun, keterlibatan perempuan dalam melakukan kegiatan pertanian dan knowledge sharing mengenai adopsi teknologi sudah relatif tinggi.
  5. Adang Agustian dari BRIN menjelaskan faktor penting untuk menentukan keberhasilan penyaluran pupuk bersubsidi antara lain penyusunan Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok Tani (RDKK) yang akurat, penyaluran/realisasi pupuk bersubsidi 6T (tepat jenis, tepat jumlah, tepat harga, tepat tempat, tepat waktu, dan tepat mutu) dan pengawasan penyaluran/distribusi pupuk bersubsidi yang ketat. Disebutkan bahwa kenaikan harga pupuk urea dan 36/TSP sebesar 10% menurunkan produktivitas padi sebesar 0,145% dan 0,149%. Ini menunjukkan betapa signifikan peran kedua pupuk tersebut terhadap produktivitas pertanian.
Download slides (Aditya Alta)
Download slides (Adang Agustian)