FKP dengan tuan rumah BAPPENAS dengan narasumber Deasy Pane, Hilda Rochmawati, dan Indra Muhammad (BAPPENAS). Kamis, 20 Oktober 2022.

KEY POINTS:

  1. Selama beberapa dekade terakhir ekspor Indonesia sangat bergantung pada komoditas primer. Bersamaan dengan itu perekonomian Indonesia juga menunjukkan tren deindustrialisasi. Apakah di Indonesia sedang terjadi fenomena Dutch Disease? Selain itu, apa saja determinan diversifikasi ekspor di Indonesia?
  2. Dutch Disease adalah fenomena di mana booming sector menyebabkan sektor lain (e.g. sektor manufaktur atau pertanian) menjadi kurang berkembang (lagging sector). Kajian yang dilakukan analis di BAPPENAS menunjukkan adanya kausalitas dampak sumberdaya yang berlimpah pada pengurangan variasi ekspor, atau dengan kata lain, terjadi fenomena Dutch Disease di Indonesia. Sementara studi lainnya mengidentifikasi infrastruktur jalan dan penyaluran kredit dalam negeri sebagai dua dari beberapa hal yang merupakan determinan diversifikasi ekspor. 

 

SUMMARY

  1. Selama beberapa dekade terakhir, ekspor Indonesia sangat bergantung pada komoditas primer berbasis sumberdaya alam. Kinerja ekspor di bidang manufaktur jauh lebih rendah daripada di negara-negara sebanding. Bersamaan dengan itu, perekonomian Indonesia juga menunjukkan tren deindustrialisasi. Dalam seminar ini ada dua studi yang dipresentasikan; studi yang pertama adalah tentang kinerja ekspor dan apakah di Indonesia terjadi Dutch Disease, sementara studi kedua menganalisa determinan diversifikasi ekspor di Indonesia. 
  2. Apakah fenomena Dutch Disease sedang terjadi di Indonesia? Dutch Disease adalah fenomena di mana pertumbuhan di booming sector (yang biasanya bersumber dari ekstraksi sumber daya alam atau produksi komoditas pertambangan) dapat menyebabkan melemahnya sektor lain (lagging sector) seperti sektor manufaktur atau pertanian. Sejauh ini, bukti tentang Dutch Disease masih tidak konklusif, apakah kekayaan sumberdaya alam merupakan kutukan atau berkah masih menjadi perdebatan di kalangan ekonom. Di satu pihak, kuatnya booming sector mempengaruhi diversifikasi dan kinerja ekspor secara negatif, namun di lain pihak ada alasan lain selain Dutch Disease yang dapat mengakibatkan menurunnya diversifikasi ekspor dan sektor manufaktur. Fenomena tersebut bisa disebabkan faktor-faktor lain seperti kebijakan pemerintah yang tidak berkelanjutan, institusi yang buruk, aturan hukum yang buruk, sistem keuangan yang terbelakang, dan konflik mungkin berdampak pada menurunnya sektor manufaktur. 
  3. Studi yang dilakukan Deasy Pane dan tim di BAPPENAS menginvestigasi apakah tingginya ketergantungan terhadap ekspor berbasis sumberdaya alam adalah penyebab utama rendahnya diversifikasi ekspor Indonesia dan terjadinya deindustrialisasi, atau dengan kata lain, apakah Dutch Disease terjadi di Indonesia.  Salah satu temuan studi tersebut adalah adanya kausalitas dampak sumberdaya yang berlimpah pada pengurangan variasi ekspor. Peningkatan ekspor SDA sebesar satu persen dapat menaikkan konsentrasi/indeks HHI (Herfindahl–Hirschman Index) sebesar 0,32 persen. Selain itu, ekspor produk sumberdaya alam yang lebih tinggi ditemukan tidak berpengaruh pada variasi produk ekspor di beberapa industri. Namun industri manufaktur berbasis sumber daya tampaknya lebih sensitif terhadap perubahan ekspor sumber daya alam.
  4. Studi kedua dipresentasikan oleh Hilda Rochmawati dan Indra Muhammad (keduanya dari BAPPENAS) tentang determinan diversifikasi ekspor di Indonesia. Hasil penelitian tersebut menunjukkan beberapa determinan diversifikasi ekspor, antara lain sebagai berikut:
    • Infrastruktur jalan. Perbaikan infrastruktur jalan dapat menekan biaya logistik bahan baku, memperlancar distribusi produk, dan memperluas pasar, sehingga produk yang diperdagangkan lebih beragam dan mendorong diversifikasi ekspor.
    • Penyaluran kredit dalam negeri. Pengusaha yang mendapatkan kredit dapat meningkatkan produktivitasnya dengan membeli mesin-mesin canggih, meningkatkan kemampuan sumber daya manusia, melakukan riset pasar untuk pengembangan pasar yang lebih luas, perluasan ekspor, dan inovasi produk., dan rata-rata lama sekolah merupakan faktor kunci penentu diversifikasi ekspor. 
    • Di sisi lain, indeks demokrasi, keterbukaan perdagangan, dan pengeluaran pemerintah tidak berpengaruh terhadap diversifikasi ekspor.



Download slides (Deasy Pane et al.)