FKP dengan tuan rumah ANU Indonesia Project dan Indonesian Regional Science Association (IRSA) dengan narasumber Professor Djoni Hartono (Fakultas Ekonomi & Bisnis Universitas Indonesia dan Vice President, IRSA). Kamis, 13 Januari 2022.

KEY POINTS:

  1. Pengelolaan energi bersih di Indonesia masih diliputi berbagai tantangan antara lain terkait distribusi energi bersih masih tidak merata, utamanya di wilayah Indonesia Timur;  target bauran energi yang masih jauh untuk dicapai; dan intensitas energi yang belum memenuhi target dalam Rencana Umum Energi Nasional (RUEN). 
  2. Beberapa kebijakan untuk mengatasi tantangan tersebut antara lain, pertama, menerapkan kebijakan distribusi LPG tertutup untuk mengurangi subsidi yang tidak tepat sasaran. Kedua, perlu mengedepankan multi-objective optimization dibandingkan dengan situasi trade-off (keputusan ekonomi yang optimum vs transisi energi untuk pembangunan berkelanjutan). Ketiga, untuk mengantisipasi adanya rebound effect diperlukan bauran kebijakan terkait efisiensi energi dan penerapan pajak karbon.

 

SUMMARY

  1. Energi berperan penting dalam pencapaian 2 target Sustainable Development Goals (SDGS): SDG 7 terkait Affordable and Clean Energy, dan SDG 13 terkait Climate Action. Transisi penggunaan energi konvensional ke energi baru terbarukan (EBT) akan membantu memperlambat proses perubahan iklim. Investasi EBT pada sektor ketenagalistrikan juga memberikan hasil positif bagi tujuan pembangunan berkelanjutan. Penggunaan energi bersih dapat secara signifikan mengurangi permasalahan kesehatan dalam rumah tangga. Namun, pengelolaan energi bersih di Indonesia masih diliputi berbagai tantangan antara lain:
    • Distribusi energi bersih masih tidak merata di Indonesia, utamanya di wilayah Indonesia Timur. Rasio elektrifikasi di sebagian wilayah Papua, Maluku, dan Nusa Tenggara relatif lebih rendah daripada rata-rata nasional. Hampir seluruh wilayah Indonesia Bagian Timur belum mengkonversi energi untuk memasak dengan LPG. Biaya logistik yang cukup tinggi untuk mendistribusikan energi bersih menjadi salah satu penyebab sulitnya distribusi energi.
    • Ketimpangan dan kemiskinan energi juga menjadi masalah di Indonesia. Harga energi, aksesibilitas, dan karakteristik rumah tangga ditengarai menjadi penyebab ketimpangan energi di wilayah timur.
    • Target bauran energi memerlukan upaya lebih besar karena target yang cukup tinggi. Sejauh ini, intensitas energi yang dicapai belum memenuhi target dalam RUEN. Untuk melaksanakan pembangunan rendah karbon, KEN menargetkan pemanfaatan EBT pada total bauran energi primer sebesar 23% pada 2025. Perlu kerja keras untuk mencapai target ini.
  2. Tantangan kebijakan energi ke depan antara lain adalah bagaimana berkomitmen pada program konversi minyak tanah ke LPG, di tengah adanya kendala beban subsidi. Selain itu, dengan memperhatikan bawah transisi energi pada sektor ketenagalistrikan masih berjalan, pemerintah dapat memanfaatkan peluang dan mengoptimalkan transisi energi pada sektor transportasi dan industri. Terakhir, pemerintah perlu memastikan implementasi pajak karbon berjalan secara efektif, tepat secara administrasi perpajakan, dan mencapai tujuan yang diharapkan. 
  3. Beberapa rekomendasi yang diberikan antara lain adalah dengan menggunakan alternatif kebijakan distribusi LPG tertutup untuk mengurangi subsidi yang tidak tepat sasaran. Untuk transisi energi sektor ketenagalistrikan, perlu dipertimbangkan multi-objective optimization untuk menjawab trade-off antara perilaku minimisasi biaya input dengan kebutuhan untuk transisi energi. Ke depan, diperlukan bauran kebijakan terkait efisiensi energi untuk mengantisipasi adanya rebound effect, dan terkait dengan penerapan pajak karbon agar berjalan efektif.
  4. Menciptakan akses energi bersih bagi semua orang tentu tidak mudah. Oleh karena itu, pengelolaan energi dengan keberpihakan adalah keniscayaan. Jika tidak, kesejahteraan dan keadilan tidak mudah untuk dicapai. Perlu mulai berpikir untuk lebih mengedepankan multi-objective optimization dibandingkan dengan situasi trade-off (keputusan ekonomi yang optimum vs transisi energi untuk pembangunan berkelanjutan). Jika trade-off ini adalah sebuah realitas, pengelolaan energi untuk mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan adalah pilihan yang bijaksana.
Download slides (Djoni Hartono)