FKP dengan Lembaga Demografi FEB UI dengan pembicara Lilis Heri Mis Cicih (Lembaga Demografi FEB UI). Selasa, 25 Agustus 2020.

 

Poin utama:

  1. UU No.13 tahun 1998 tentang Kesejahteraan Lanjut Usia sudah terlalu lama dan sudah tidak sesuai dengan kondisi penduduk lanjut usia (lansia) di Indonesia saat ini. Selain itu, piramida penduduk Indonesia perlahan mulai menua dengan tantangan yang muncul antara lain perlindungan sosial, ekonomi, kesehatan, dan lingkungan keluarga. Oleh karena itu diperlukan undang-undang baru untuk mendukung penduduk lansia dan untuk mengantisipasi kondisi di mana proporsi lansia di Indonesia semakin besar. Hal ini akan menentukan seberapa besar bonus demografi dapat direalisasikan.
  2. Saat ini, sumber pembiayaan kehidupan lansia  masih banyak bergantung pada anggota rumah tangga yang bekerja, sedangkan dari investasi dan pensiun masih sangat kecil jumlahnya. Peningkatan produktivitas lansia dapat dimulai dengan pembangunan kesehatan sejak usia dini, persiapan pensiun secara finansial, dan keterampilan, dan kelanjutusiaan perlu dikelola sejak remaja. Dalam mendorong hal tersebut, perlu dipersiapkan mekanisme perlindungan lansia rentan, jaminan hari tua dan pensiun, serta investasi hari tua sehingga bonus demografi kedua dapat mungkin tercapai melalui akumulasi aset dan investasi yang produktif. 

Ringkasan

  1. Undang-undang No.13 tahun 1998 tentang Kesejahteraan Lanjut Usia sudah terlalu lama (22 tahun yang lalu) dan sudah tidak sesuai dengan karakteristik dan kondisi lansia yang ada saat ini. Dalam kaitannya dengan bonus demografi, mendukung lansia akan menentukan seberapa besar bonus demografi dapat direalisasikan. Meskipun persentase lansia dari total penduduk saat masih kecil namun perlu dari sekarang untuk mempersiapkan masa depan di mana proporsi penduduk berusia lanjut akan lebih besar.
  2. Hampir semua aspek dalam UU No. 13 1998 memerlukan perubahan. Beberapa di antaranya adalah pembagian kategori lansia potensial dan tidak potensial yang hanya menilai lansia dari kemampuan memproduksi sesuatu yang bersifat ekonomis. Selain itu, masalah lansia meliputi banyak aspek namun undang-undang ini sebagian besar hanya mengatur tentang kesejahteraan sosial. Undang-undang ini juga belum memasukkan pendekatan hubungan antargenerasi yang harmonis. Terakhir, batasan umur lansia perlu dikaji kembali.
  3. Perubahan undang-undang memerlukan perubahan paradigma terkait definisi ‘lanjut usia’ (the new old). Ageism atau stereotip dan diskriminasi terhadap lansia perlu dikikis misalnya terkait pengisolasian lansia dari lingkungan dan intimidasi terkait masalah finansial berupa harta warisan dan kekayaan. Bersamaan dengan perancangan undang-undang, Bappenas bersama kementerian lain menyusun strategi nasional lanjut usia (Stranas Lansia).  Strategi nasional ini meliputi perlindungan sosial, peningkatan derajat kesehatan, peningkatan kesadaran masyarakat, kelembagaan  dan care giver, dan pemenuhan hak lansia. 
  4. Piramida penduduk perlahan mulai bergeser ke usia yang lebih tua. Pada tahun 2019 terdapat sekitar 26 juta orang (9.6 persen dari total penduduk) penduduk lansia di Indonesia, di mana 60% adalah lansia muda (60-69 tahun). Pada tingkat sub-nasional, beberapa provinsi sudah memiliki struktur penduduk tua (lansia lebih dari 10 persen penduduk) di antaranya D.I. Yogyakarta, Jawa Timur, Jawa Tengah, Bali, dan Sulawesi Utara. 
  5. Tantangan yang muncul dengan meningkatnya jumlah lansia setidaknya ada 4: perlindungan sosial, ekonomi, kesehatan, dan lingkungan keluarga. Secara ekonomi, saat ini 50% lansia masih bekerja; 84% dari antaranya bekerja di sektor informal. Selain itu, 40 persen rumah tangga lansia belum mapan. Sebagian besar lansia bekerja adalah perempuan, dengan 33 persen berupah rendah. Dari segi kesehatan, persentase lansia sakit di Indonesia cenderung menurun namun jenis penyakitnya semakin menunjukkan multi-penyakit. Pendidikan lansia yang ada saat ini masih rendah meskipun mulai meningkat pada lansia muda dan akses teknologi pada lansia menunjukkan peningkatan. Sumber pembiayaan kehidupan lansia  masih banyak bergantung pada anggota rumah tangga yang bekerja. Pembiayaan dari investasi dan pensiun masih sangat kecil jumlahnya. Mayoritas lansia juga masih tinggal di rumah tangga dengan pengeluaran rendah. 
  6. Kesehatan dan kemandirian lansia perlu dikelola dengan pendekatan siklus hidup, di mana kelanjutusiaan dimulai sejak menjadi remaja. Peningkatan produktivitas lansia dapat dimulai dengan pembangunan kesehatan sejak usia dini, persiapan pensiun secara finansial, dan keterampilan. Dalam mendorong hal tersebut, perlu dipersiapkan perlindungan lansia rentan yang terintegrasi dengan bantuan lainnya, jaminan hari tua dan pensiun, serta investasi hari tua. Sehingga bonus demografi kedua dapat mungkin tercapai melalui akumulasi aset dan investasi yang produktif. 
Download slides (Lilis Heri Mis Cicih)