FKP dengan The SMERU Research Institute dengan Shinta Revina (The SMERU Research Institute) Melfi Abra (Dinas Pendidikan Kota Bukittinggi) Nunuk Suryani (Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan). Rabu, 21 Oktober 2020

 

KEY POINTS:

  1. Perekrutan guru di Indonesia masih belum berorientasi pada kualitas, baik untuk guru PNS maupun guru honorer. Pembagian kewenangan dalam sistem perekrutan guru tumpang tindih, sistem perekrutan guru masih tersita oleh kepentingan berbagai pihak, dan ada anggapan bahwa status pegawai negeri sipil (PNS) lebih penting daripada meningkatkan kualitas guru. Program pengembangan guru juga masih tidak efektif, banyak yang tidak berkelanjutan dan hanya digunakan untuk mendapatkan tunjangan sertifikasi.
  2. Penting untuk memperbaiki keselarasan sistem perekrutan dan pengembangan guru. Standar performa guru, sistem jenjang karir, serta sistem tunjangan perlu dikembangkan agar terkait dengan performa mengajar sehingga kualitas pengajaran dan kualitas lulusan sistem Pendidikan dapat meningkat.

SUMMARY

  1. Studi The SMERU Research Institute menunjukkan tiga faktor utama yang menjadi penyebab sulitnya merekrut guru-guru berkualitas: kelembagaan, ekonomi politik, dan dinamika sosial. Dari sisi kelembagaan, pembagian kewenangan dalam sistem perekrutan guru masih tumpang tindih antara Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), Kementerian Keuangan, dan pemerintah daerah. Selain itu, perekrutan guru lebih didasarkan pada anggaran yang dimiliki pemerintah dibandingkan pada jumlah guru yang dibutuhkan oleh sekolah. Pemerintah di satu sisi melarang guru honorer, namun juga tidak dapat menyediakan jumlah guru yang cukup. Dari sisi ekonomi politik, sistem perekrutan guru sering menjadi komoditas politik dengan janji untuk diangkat menjadi guru PNS. Dari sisi dinamika sosial, terdapat stigma bahwa status PNS lebih penting daripada kualitas. Guru menganggap status PNS adalah jaminan kesejahteraan. Selain itu, program pengembangan guru juga masih tidak efektif, banyak yang tidak berkelanjutan dan hanya digunakan untuk mendapatkan tunjangan sertifikasi. Oleh karena itu, penting untuk memperbaiki keselarasan sistem perekrutan dan pengembangan guru seperti standar performa, sistem jenjang karir,  dan sistem insentif dan tunjangan. 
  2. Menanggapi hasil penelitian tersebut, Kemendikbud menjelaskan tentang strategi pemerintah pusat dalam mengatasi tantangan pengembangan dan perekrutan guru di Indonesia. Kemendikbud sedang merancang perubahan kewenangan tata kelola perekrutan guru, dengan memberikan kewenangan usulan formasi guru dari pemerintah daerah ke Kemendikbud untuk memperbaiki pemerataan secara nasional. 
  3. Terkait pengembangan guru, bila diteliti secara umum, peningkatan kompetensi guru melalui program pemerintah memang tidak signifikan seperti yang dilaporkan dalam penelitian dari The SMERU Research Institute. Namun menurut penelitian Kemdikbud, kompetensi guru bersertifikat pendidik melalui jalur program profesi guru (PPG) lebih tinggi dibanding jalur lainnya yang menunjukkan adanya dampak sertifikasi guru. Yang menjadi persoalan adalah apakah kualitas guru dapat meningkatkan kualitas peserta didiknya. Kemendikbud menemukan bahwa kompetensi guru berkorelasi dengan kompetensi siswa, sehingga uji kompetensi guru (UKG) dan sertifikasi penting digunakan sebagai dasar intervensi peningkatan kompetensi. 
  4. Persoalan perekrutan guru menjadi masalah serius bagi pemerintah daerah, salah satunya bagi pemerintah daerah Bukittinggi yang terpaksa melakukan adaptasi dalam mengatasi rumitnya sistem perekrutan guru. Kendala pemenuhan kekurangan guru diantaranya adalah kebijakan zero growth, tidak adanya pengangkatan guru PNS sejak 2009. Dari 300 lebih guru yang dibutuhkan, hanya tersedia 41 orang. Lebih sulit lagi, pengangkatan guru honorer dilarang oleh peraturan. Guru honorer diangkat dengan berbagai cara lain secara “sembunyi-sembunyi”, dengan mekanisme yang memungkinkan oleh pemerintah daerah. Selain itu, perbaikan kesejahteraan guru butuh dana yang besar. Pemerintah Bukittinggi sebagai contoh memberi solusi dengan memberi honor sesuai upah minimum provinsi demi menjamin kesejahteraan guru honorer. 
  5. Beberapa saran untuk memperbaiki perekrutan guru dari perspektif pemerintah daerah diantaranya penambahan kuota peserta pendidikan profesi guru, memfasilitasi guru honorer yang belum ikut UKG, dan mengangkat guru honorer di atas 35 tahun menjadi PNS.
Download slides (Shintia Revina)
Download slides (Nunuk Suryani)
Download slides (Melfi Abra)