FKP dengan tuan rumah Badan Kebijakan Fiskal, Kementerian Keuangan, dengan narasumber Asep Nurwanda dan Bakhtiar Rifa’i (Badan Kebijakan Fiskal) . Kamis, 24 Juni 2021.

KEY POINTS:

  1. Hubungan perubahan struktural dengan pertumbuhan melalui produktivitas terjadi dengan adanya realokasi lintas sektor dari sektor ekonomi dengan produktivitas rendah ke sektor dengan produktivitas lebih tinggi. Sebuah studi yang mencakup 9 sektor ekonomi dan 30 provinsi selama periode 2005 hingga 2018 menemukan bahwa perubahan struktural telah terjadi di 30 provinsi selama periode tersebut, di mana sebagian besar di antara provinsi tersebut mengalami transisi dari pertanian ke jasa. Sulawesi mengalami pola perubahan struktural yang paling cepat, dan seluruh provinsi di Sulawesi secara konsisten mampu mengungguli pertumbuhan nasional.
  2. Beberapa provinsi yang kaya sumber daya alam justru cenderung berkinerja buruk, di antaranya Papua, Kalimantan Timur, dan Riau. Periode boom komoditas pada sektor ekstraktif telah menekan daya saing sektor manufaktur, padahal sektor ekstraktif sendiri tidak membutuhkan banyak tenaga kerja. Selain itu, Aceh dan Maluku juga memiliki indeks negatif yang cukup dalam, hal ini kemungkinan terkait dengan kejadian luar biasa seperti tsunami dan konflik. Hasil estimasi juga menunjukkan bahwa pergerakan tenaga kerja lintas sektor tidak berdampak pada pertumbuhan. Hal ini mengindikasikan realokasi tenaga kerja rata-rata tidak menciptakan peningkatan produktivitas.

 

SUMMARY

  1. Hubungan perubahan struktural dengan pertumbuhan melalui produktivitas terjadi dengan adanya realokasi lintas sektor dari sektor ekonomi dengan produktivitas rendah ke sektor dengan produktivitas lebih tinggi. Asep Nurwanda dan Bakhtiar Rifa’i dari Badan Kebijakan Fiskal melakukan penelitian terkait perubahan struktur dan pertumbuhan ekonomi regional di Indonesia; studi tersebut akan dipublikasikan dalam Bulletin of Indonesian Economic Studies (BIES), dan ditulis bersama dengan Adriansyah (ASEAN+3 Macroeconomics Research Office/AMRO, Singapura). Dalam studi tersebut, peneliti menemukan bahwa Indonesia telah mengalami perubahan struktural dari ekonomi tradisional yang didorong oleh pertanian menjadi ekonomi manufaktur dan jasa. Perubahan struktural juga terjadi di tingkat subnasional dengan pola yang bervariasi.
  2. Terdapat 9 sektor ekonomi dan 30 provinsi yang diteliti dalam studi ini selama periode 2005 hingga 2018. Dalam periode tersebut, dari segi ketenagakerjaan, terjadi penurunan share tenaga kerja pertanian sebesar dua digit di hampir semua provinsi di Indonesia kecuali DKI Jakarta dan Bangka Belitung. Selain itu, pangsa tenaga kerja pertanian menurun sebesar 15%. Realokasi tenaga sebagian besar berasal dari pertanian ke dua jenis kelompok jasa, yaitu perdagangan dan pemerintahan dan jasa lainnya. Sektor-sektor yang memiliki produktivitas yang tinggi, seperti manufaktur, konstruksi, dan jasa keuangan, hanya menunjukkan sedikit peningkatan tenaga kerja. 
  3. Pada periode tersebut, sektor pertanian mengalami penurunan nilai tambah, namun penurunan tersebut masih lebih besar relatif terhadap penurunan tenaga kerja, sehingga produktivitas sektor pertanian justru mengalami peningkatan. Nilai tambah sektor manufaktur juga mengalami penurunan, seiring dengan deindustrialisasi prematur, di tengah meningkatnya persentase tenaga kerja. Hal ini menyebabkan produktivitas sektor manufaktur mengalami penurunan. Sementara itu, sektor jasa mengalami peningkatan nilai tambah, utamanya pada sektor transportasi, perdagangan, keuangan. 
  4. Selain mengukur tenaga kerja dan nilai tambah, studi ini juga menggunakan Structural Change (SC) index dan Norm Absolute Value (NAV) Index untuk melihat besaran perubahan struktural yang terjadi di level regional. Indeks SC mengukur perubahan struktural dari sisi perubahan  nilai tambah, sedangkan indeks NAV mengukur dari sisi perubahan tenaga kerja. Tingkat indeks SC di sebagian besar provinsi relatif lebih tinggi dibandingkan nasional. Hanya Jambi dan Sulawesi Utara yang memiliki indeks relatif rendah. Sama halnya dengan indeks SC, sebagian besar daerah memiliki indeks NAV di atas tingkat nasional. Indeks terendah terdapat di DKI Jakarta, hal ini kemungkinan terkait dengan struktur tenaga kerja yang lebih stabil di ibu kota yang terkonsentrasi di sektor perdagangan dan pemerintahan. 
  5. Untuk melihat perubahan struktural dan kaitannya dengan produktivitas, studi ini menggunakan Effective Structural Change (ESC) Index dan Shift Share (SS) Index. ESC Index hampir sama dengan NAV index, tetapi hanya mempertimbangkan sektor-sektor yang berkontribusi positif terhadap produktivitas tenaga kerja. Secara nasional, hanya ada enam sektor yang memberikan kontribusi positif terhadap produktivitas tenaga kerja dalam kurun waktu 2015-2018 yaitu Pertanian, Industri, Konstruksi, Perdagangan, Transportasi, dan Pemerintah. Selain itu, sektor yang memiliki produktivitas tinggi justru mengalami pertumbuhan produktivitas negatif di banyak provinsi. Sektor tersebut adalah pertambangan (19 provinsi), utilities (26 provinsi), dan keuangan (26 provinsi). Hal ini menunjukkan bahwa peningkatan output sektor tersebut relatif lebih rendah dibandingkan peningkatan tenaga kerja. 
  6. Menggunakan metode Shift-Share (SS), yang mengukur pertumbuhan riil produktivitas tenaga kerja, provinsi-provinsi di Sulawesi memiliki indeks yang relatif tinggi, bersama dengan Jawa Tengah dan Jawa Timur. Sulawesi mengalami pola perubahan struktural yang paling cepat berdasarkan SS & ESC Index, serta dari sisi pertumbuhan PDRB dan PDRB per kapita, seluruh provinsi di Sulawesi secara konsisten mampu mengungguli pertumbuhan nasional. Namun beberapa provinsi yang kaya sumber daya justru memiliki indeks negatif yaitu Papua, Kalimantan Timur, Riau, dan beberapa wilayah lainnya di Sumatera. Daerah yang kaya sumber daya cenderung berkinerja buruk, periode boom komoditas telah menekan daya saing manufaktur. Ini diperparah dengan karakteristik sektor ekstraktif yang tidak membutuhkan banyak tenaga kerja. Selain itu, Aceh dan Maluku juga memiliki indeks negatif yang cukup dalam, hal ini kemungkinan terkait dengan kejadian luar biasa seperti tsunami dan konflik. 
  7. Studi ini lebih lanjut melihat kaitan perubahan struktural tersebut dengan pertumbuhan ekonomi regional di Indonesia. Analisis perubahan struktural di tingkat sub-nasional masih relatif terbatas. Beberapa studi menganalisis determinan pertumbuhan regional, tetapi tidak meneliti dampak perubahan struktural. Studi ini menunjukkan bahwa perubahan struktural menjadi penting bagi pertumbuhan daerah di Indonesia apabila terjadi peningkatan produktivitas di sektor yang sama. Hasil estimasi menunjukkan bahwa pergerakan tenaga kerja lintas sektor tidak berdampak pada pertumbuhan. Ini mengindikasikan realokasi tenaga kerja rata-rata tidak menciptakan peningkatan produktivitas. Selain itu, dampak perubahan struktural terhadap pertumbuhan lebih tinggi dalam rata-rata lima tahun daripada dalam data tahunan. Hal ini menunjukkan peningkatan produktivitas dalam sektor yang sama memiliki dampak yang lebih besar dalam jangka panjang. Ini mengkonfirmasi argumen bahwa perubahan struktural adalah fenomena jangka panjang.
Download slides (Nurwanda & Rifa’i)