FKP dengan tuan rumah J-PAL Southeast Asia dengan narasumber Arya Gaduh (University of Arkansas dan The Abdul Latif Jameel Poverty Action Lab/J-PAL). Selasa, 15 Juni 2021.

KEY POINTS:

  1. Survei terhadap pendamping dan penerima manfaat PKH mempelajari tentang dampak COVID-19 terhadap rumah tangga miskin yang bergantung pada bantuan tunai bersyarat untuk mengatasi kesulitan ekonomi dan sosial akibat pandemi COVID-19. Hasil survei tersebut memberikan gambaran terkait informasi tentang COVID-19 yg dimiliki oleh responden, serta sikap responden terhadap informasi tersebut. Sebagai contoh, mayoritas responden melaporkan ketersediaan akses pada tes Covid-19. Selain itu, responden melaporkan beberapa aspek dari implementasi  kesehatan, termasuk social distancing dan kebiasaan memakai masker dan mencuci tangan.
  2. Survey menunjukkan beberapa kendala yang dihadapi responden. Sekitar 30% pendamping dan 40% penerima manfaat melaporkan kendala akses fasilitas kesehatan untuk ibu hamil & ibu anak usia dini. Selain itu, terdapat kendala pada pemenuhan kebutuhan dasar & sektor pertanian. Pada KPM, 41% mengatakan ada kebutuhan dasar yang sulit didapatkan, dan lebih dari 50% melaporkan makan lebih sedikit dari biasanya. Mayoritas responden di pedesaan melaporkan adanya kendala persiapan dan pembelian bahan untuk musim tanam. Untuk mengatasi persoalan ekonomi selama pandemi responden menggunakan bantuan pemerintah (75%), meminjam dari kerabat, dan menjual aset.

 

SUMMARY

  1. Arya Gaduh dari University of Arkansas dan The Abdul Latif Jameel Poverty Action Lab/J-PAL memaparkan hasil survei pendamping dan penerima manfaat PKH. Survei ini mempelajari tentang dampak COVID-19 terhadap rumah tangga miskin yang bergantung pada bantuan tunai bersyarat untuk mengatasi kesulitan ekonomi dan sosial akibat pandemi COVID-19. Survei ini mewawancarai pendamping sosial dan penerima manfaat PKH dari seluruh Indonesia secara daring. Survei Gelombang 1 (Mei 2020) diikuti oleh pendamping Sosial PKH, di mana 29,992 responden menyelesaikan survei tersebut. Survei Gelombang 2 (November-Desember 2020) diikuti oleh Pendamping dan sampel acak dari penerima manfaat, di mana 28,460 responden pendamping dan 19,754 responden keluarga penerima manfaat menyelesaikan survei tersebut. 
  2. “Keluarga Penerima Manfaat” (KPM) PKH adalah rumah tangga di Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) yang berada pada desil 1 atau 10% rumah tangga dengan status kesejahteraan terendah. Prasyarat KPM PKH adalah rumah tangga dengan komponen kesehatan (ibu hamil dan menyusui, anak usia dini), pendidikan (anak usia sekolah), dan kesejahteraan sosial (lansia dan penyandang disabilitas berat). Pada tahun 2020, penerima PKH mencapai 10 juta KPM. Sementara “pendamping sosial” merupakan pelaksana pendampingan KPM PKH di tingkat kecamatan yang dikoordinasi oleh Kemensos. Terdapat sekitar 36.000 pendamping PKH di seluruh Indonesia.
  3. Survei dilakukan secara daring untuk meminimalisir risiko penyebaran COVID-19 dan memungkinkan pengumpulan data secara cepat. Ada beberapa keterbatasan survei ini. Pertama, responden survei terbatas pada pemilik smartphone dan akses internet. Kedua, tingkat respon dari pendamping lebih tinggi dibandingkan KPM, sehingga agregasinya berbeda untuk pendamping (kabupaten/kota) dan KPM (provinsi). Ketiga, jumlah responden yang mengikuti survei juga timpang antara wilayah barat dan timur Indonesia. Terlepas dari keterbatasan yang ada, survei daring tersebut memberikan beberapa temuan penting terkait PKH dan kondisi masyarakat di masa pandemi.
  4. Temuan dari survei gelombang 2 yang pertama adalah tentang informasi mengenai COVID-19. Mayoritas penerima manfaat dapat mengidentifikasi setidaknya satu gejala utama COVID-19. Dari segi akses tes COVID-19, ketersediaan tes telah meningkat secara signifikan. Namun bagi penerima manfaat, pengetahuan tentang adanya tes COVID-19 lebih rendah dari pendamping. Ketersediaan tes terbatas terdapat di seluruh provinsi, tapi jumlahnya cenderung lebih rendah di luar Pulau Jawa.
  5. Temuan kedua terkait penerapan penerapan protokol kesehatan. Terdapat 66% pendamping dan 52% penerima manfaat yang melaporkan peningkatan pada setidaknya satu bentuk tindakan pencegahan COVID-19 di wilayah mereka. Kebersihan diri (memakai masker dan mencuci tangan) adalah bentuk pencegahan yang paling banyak dilaporkan oleh pendamping dan penerima manfaat, disusul dengan pengurangan perkumpulan keagamaan dan social distancing. Selain itu, untuk pencegahan penularan pada anak sekolah, sebagian besar pendamping dan penerima manfaat di banyak wilayah melaporkan sekolah ditutup namun ada aktivitas pembelajaran daring. 
  6. Terkait program perlindungan sosial, penerima manfaat melaporkan kesulitan akses pelayanan bagi ibu hamil dan ibu dari balita di seluruh wilayah, terutama Sumatera, Kalimantan, dan Maluku. Namun, hasil survei tersebut perlu diberi catatan mengingat jumlah responden di wilayah timur terutama Papua yang terbatas. Apabila dibandingkan dengan hasil survei terhadap pendamping, pendamping melaporkan kesulitan akses terutama beberapa daerah di Kalimantan, Maluku, dan Papua. Dari segi akses vaksinasi anak (non-Covid), menurut pendamping, ibu baru di Papua amat kesulitan mendapatkan akses vaksin untuk anaknya, sedangkan di wilayah lain akses dilaporkan lebih mudah. 
  7. Terkait sektor pertanian, sekitar 50% penerima manfaat dan pendamping melaporkan adanya kendala untuk persiapan musim tanam, di antaranya ketersediaan bahan tanam dan akses pasar untuk produk. Kekhawatiran tersebut tinggi terutama di NTB dan NTT. Sedangkan untuk kekhawatiran spesifik terkait ketersediaan bahan untuk musim tanam mendatang, laporannya tergolong tinggi di Indonesia secara keseluruhan, terutama di Jawa Barat, Nusa Tenggara Barat, Kep. Bangka Belitung, dan Gorontalo.
  8. Temuan terakhir dari Survei Gelombang 2 adalah terkait pengangguran, migrasi, dan isu lainnya. Ada 89% pendamping melaporkan peningkatan pengangguran di wilayah mereka. Dari segi migrasi, 78% pendamping melaporkan peningkatan imigrasi, dan 31% pendamping melaporkan peningkatan emigrasi. Pendamping juga melaporkan migrasi jangka panjang (akibat kehilangan pekerjaan, tempat kerja menerapkan pembatasan sosial) dari dan ke daerah mereka di Gelombang 2. Lebih dari 50% penerima manfaat melaporkan kerawanan pangan (makan lebih sedikit secara sering, terkadang atau jarang). Penerima manfaat melaporkan tingkat kerawanan pangan lebih tinggi terutama di luar Pulau Jawa

Strategi coping yang dilakukan mayoritas penerima manfaat adalah dengan menggunakan bantuan dari pemerintah (75%). Selain bantuan pemerintah, lebih dari 30% menggunakan pinjaman (dari keluarga atau pemberi pinjaman formal) dan 13% menjual aset mereka. Penerima manfaat di daerah pedesaan mengandalkan pinjaman (formal atau keluarga) dan menjual aset lebih banyak daripada penerima manfaat di daerah perkotaan.

 

Download slides (Arya Gaduh)