FKP dengan tuan rumah Bank Indonesia Institute dengan narasumber Asrianti Mira Anggraeni (Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter, Bank Indonesia) dan Oki Hermansyah (Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter, Bank Indonesia). Jumat, 23 Juni 2023.

KEY POINTS:

  1. Indonesia memiliki rencana penurunan emisi karbon yang signifikan berdasarkan Undang-undang No 16 tahun 2016 tentang Ratifikasi Perjanjian Paris. Meskipun potensi energi baru dan terbarukan (EBT) melimpah, perkembangannya masih minimal, dan transisi menuju ekonomi hijau masih tertinggal. Kendala-kendala utama termasuk keterbatasan R&D, kapabilitas SDM, ketersediaan teknologi canggih, pilihan pembiayaan terbatas, kurangnya insentif, dan keterbatasan informasi mengenai produk ramah lingkungan.
  2. Studi Bank Indonesia mencari sektor dan komoditas prioritas untuk pengembangan ekonomi hijau di Indonesia. Empat industri yang diidentifikasi sebagai prioritas dalam transisi industri hijau adalah industri logam dasar, industri karet, barang dari karet dan plastik, industri barang galian bukan logam, serta industri barang dari logam, komputer, barang elektronik, optik, dan peralatan listrik. Selain itu, sektor energi, khususnya energi surya seperti PLTS atap di gedung pemerintahan, juga dianggap penting untuk menjadi prioritas ekonomi hijau.


SUMMARY

  1. Apakah Indonesia sudah siap untuk bertransisi ke ekonomi hijau? Sesuai Undang-undang No 16 tahun 2016 tentang Ratifikasi Perjanjian Paris, Indonesia memiliki rencana penurunan emisi karbon sebesar 29% hingga tahun 2030 tanpa dukungan internasional, dan sebesar 41% dengan dukungan internasional, sebagai kontribusi dalam mitigasi perubahan iklim. Perkembangan pemanfaatan energi baru dan terbarukan (EBT) saat ini masih minimal di tengah potensi cadangan EBT yang melimpah dan bervariasi.
  2. Oki Hermansyah dari Bank Indonesia menjelaskan tentang kesiapan industri eksisting dalam rencana pengembangan ramah lingkungan serta strategi pengembangannya. Kajian ini mengevaluasi tingkat kesiapan industri eksisting dalam rencana pengembangan industri ramah lingkungan, mengidentifikasi kendala pengembangannya, menentukan sektor prioritas dan merumuskan kebijakan akselerasi industri hijau. 
  3. Transisi hijau di Indonesia masih relatif tertinggal, menempati peringkat 154 dari 160 negara (Global Green Economy Index, 2022). Jumlah industri yang mengikuti program Penghargaan Industri Hijau (PIH) dan Standar Industri Hijau (SIH) masih terbatas, sehingga belum optimal dalam mendorong transisi industri hijau. Dalam 5 tahun terakhir, rata-rata industri yang telah bertransisi menjadi industri hijau baru sebesar 0,03% dari total pelaku industri per tahun. Transisi yang belum optimal ini disebabkan oleh beberapa kendala utama antara lain keterbatasan R&D; kapabilitas SDM; ketersediaan mesin canggih; keterbatasan pilihan pembiayaan; ketersediaan insentif; belum terdapat regulasi yang mengikat; dan keterbatasan informasi preferensi masyarakat atas produk ramah lingkungan. Oleh karena itu, perlu dilakukan penentuan sektor prioritas dalam rencana pengembangan industri ramah lingkungan.
  4. Oki Hermansyah menjelaskan bahwa studi yang dilakukan oleh tim Bank Indonesia Institute ini mencari sektor dengan emisi CO2 yang paling tinggi agar sektor tersebut dapat ditargetkan untuk menekan emisi, serta mencari sektor dengan multiplier effect yang tinggi terhadap perekonomian. Berdasarkan analisis, empat industri yang dapat diprioritaskan dalam transisi industri hijau: industri logam dasar, industri karet, barang dari karet dan plastik, industri barang galian bukan logam, dan industri barang dari logam, komputer, barang elektronik, optik dan peralatan listrik.
  5. Di samping empat industri tersebut, penelitian dari Asrianti Mira dari Bank Indonesia menambah temuan bahwa sektor energi juga penting untuk menjadi prioritas ekonomi hijau. Potensi EBT tertinggi di Indonesia ada pada energi surya, khususnya PLTS atap di gedung pemerintahan menjadi solusi terbaik. Peluang transisi ekonomi hijau cukup besar, dari sisi sumber energi terbarukan, energi solar merupakan energi yang paling feasible untuk ditingkatkan bauran energinya di Indonesia dengan pertimbangan potensi yang besar dan biaya investasi yang lebih terjangkau.
  6. Secara spasial, kesiapan transisi menuju ekonomi hijau bervariasi antar wilayah, sesuai comparative advantage masing-masing wilayah. Pengembangan inovasi industri dan teknologi ekonomi hijau perlu didorong dengan memperhatikan prioritas sektor sesuai karakteristik daerah, termasuk mendorong iklim investasi terkait dengan hilirisasi.
  7. Ke depan, pemerintah harus mendorong akselerasi transisi industri hijau dengan mempercepat penerbitan SIH, menambah cakupan penerima PIH, memperluas pemberian insentif fiskal, mempercepat regulasi kewajiban transisi, dan meningkatkan edukasi kepada pelaku usaha dan masyarakat luas. Prioritisasi transisi industri hijau dapat dimulai pada empat industri prioritas I, yang kemudian diperluas pada lima industri prioritas II dan III. Perlu juga untuk mengeksplorasi sumber-sumber pertumbuhan ekonomi baru seiring dengan proses transisi menuju ekonomi hijau yang dapat diperkuat dengan pendalaman secara spasial serta dampak yang ditimbulkan (green economy growth diagnostics).
Download slides (Asrianti Mira)
Download slides (Oki Hermansyah)